Ahmad Yani, anggota Komisi Hukum DPR RI |
Kalangan politikus Senayan menilai, Lembaga antikorupsi itu telah melakukan sistem “tebang pilih” dalam penyelidikan kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom tahun 2004 silam.
"KPK sudah begitu lama menangani kasus ini, tapi kenapa mereka baru masuk tahanan secara massal?" kata Ahmad Yani, anggota Komisi Hukum DPR RI, kemarin, sembari mengakui Senin (31/1/2011) akan ada rapat dengar pendapat dengan pihak KPK.
Politikus kader Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan akan mencecar banyak pertanyaan kepada pihak KPK dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR, Senin besok. "Saya punya data dan akan saya buka nanti. Pihak KPK harus menjelaskannya besok," katanya.
Ketua Bidang Hukum DPP PDIP, Trimedya Panjaitan, menambahkan, penahanan terhadap 19 politikus termasuk didalamnya kader PDI-Perjuangan, Panda Nababan itu sebagai bagian dari langkah dan upaya untuk meredam suara PDIP yang belakangan getol menggiring pembentukan panitia khusus hak angket pajak di DPR. "Terkesan penahanan terburu-buru. Apalagi penyuap dan perantara penyuap belum disentuh KPK," tegasnya.
Sedangkan Wakil Sekjen Partai Golkar Harry Azhar Azis terkait penahanan itu lebih mengingatkan kepada KPK untuk menjelaskan soal penahanan. "Jangan sampai ada kesan ada kepentingan dalam penangkapan itu. Nantikan akan merusak citra KPK sendiri. Kami sangat setuju KPK bekerja profesional tanpa ada hal lain yang berbau kepentingan politik," katanya.
Seperti diketahui, Jumat lalu, secara terpisah penyidik KPK mengirim 19 dari 25 tersangka penerima cek pelawat ke sejumlah rumah tahanan. Sebelum ditahan, pimpinan dan anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 dari PDI Perjuangan, Golkar, dan PPP itu diperiksa KPK selama tujuh jam.
Mereka dijerat pasal menerima suap dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang dimenangi Miranda. Selama penyelidikan, para tersangka mengaku menerima suap berupa cek pelawat dari pihak Miranda melalui Nunun Nurbaetie. Namun hingga kini, keberadaan istri anggota DPR dari PKS, Adang Daradjatun, tak diketahui.
KPK sudah berulang kali memanggilnya, namun pihak keluarga hanya menyatakan Nunun menderita sakit lupa dan berada di Singapura.
Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Universitas Indonesia, Hasril Hertanto, menilai kesaksian di persidangan terdahulu seharusnya sudah bisa dijadikan alasan KPK untuk menetapkan Nunun sebagai tersangka. Jika alasannya sakit, KPK bahkan juga bisa memulangkan paksa Nunun. "Dia bisa diperiksa tim dokter yang ditunjuk KPK," ujarnya, seperti dilaporkan Tempointeraktif.com, kemaren.
Sedangkan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mengaku lebih memahami kesulitan KPK membuktikan suap yang dilakukan Nunun dan Miranda. Meski demikian, seharusnya itu menjadi pemicu bagi KPK untuk bekerja lebih profesional lagi. "Setidaknya untuk KPK menjawab bahwa mereka tidak tebang pilih dalam kasus itu," kata Yuntho.
Terpisah, Wakil Ketua KPK Haryono Umar membantah anggapan bahwa penyidik Lembaga Antikorupsi itu melakukan “tebang pilih" dalam menangani kasus itu. KPK, timpalnya, punya sejumlah alat bukti ketika menahan para politikus. Selain itu komisi juga sedang menyelidiki keterkaitan pemberi suap baik Miranda maupun Nunun.
"Penyedilidikan oleh Penyidik KPK masih belum selesai. Kita tunggu saja, perkembangan selanjutnya, semua pihak pasti kita perlakukan sama bila sudah sampai tahapnya penyelidikan terhadap pihak lainnya," tegas Haryono.
Tidak ada komentar: