upperads

Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

POLITIKAL NEWS

Business

Technology

KRIMINALITAS

ANTI KORUPTOR

Sports

POROS KALTENG

» » » » » BP2HP Dishut Provinsi Kalteng Tolak Uji Sample Kayu Tengkawang

Salah satu Bagian wilayah hutan Kalteng (web)
MUARATEWEH - Proses hukum terhadap CV Jaya Pratama (JP) kian kabur. Pihak kepolisian jelas belum bisa melanjutkan proses penyelidikan sebelum adanya bukti tambahan berupa surat resmi dari saksi ahli yang membenarkan kayu ditebang kontraktor tebang Perusahaan HPH PT Austral Byna itu jenis Tengkawang atau jenis pohon dilindungi.

Saksi ahli dalam kasus ini adalah pihak atau petugas dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Barito Utara (Barut), Kalteng. Hingga, Sabtu (2/10/2010), pihak kepolisian masih belum menerima salinan hasil uji lab sampel barang bukti yang dikirim Dishutbun Barut ke laboratorium Balai Pemantauan Produksi Hasil Hutan (BP2HP) Dishut Kalteng di Palangkaraya.

"Kita masih menunggu hasil itu, sampai sekarang belum ada. Dalam kasus ini, status kita sebagai penyidik. Jadi untuk penguatan barang bukti kita perlu adanya surat resmi dari dinas teknis. Kalau benar itu kayu jenis Tengkawang kasus kita lanjutkan prosesnya, bila tak benar, penyidikan kita hentikan," ungkap Kapolres Barut AKBP Drs H Yanprits Kaywai, dikonfrimasi melalui Kasatreskrim Polres Barut AKP Pratomo Widodo lewat saluran ponsel, Sabtu sore.

Alasan penyelidikan akan dihentikan bila tak terbukti yang ditebang CV.JP jenis kayu Tengkawang, karena kegiatan penebangan kayu dilakukan kontraktor tebang itu masih dalam kawasan areal rencana kerja perusahaan induk (PT.Austral Byna). Selain itu laporan masyarakat memang hanya pada kasus itu, dugaan melakukan penebangan kayu dilindungi pemerintah.

Kasatreskrim tak menampil rumor yang menyebutkan bila sample atau contoh barang bukti untuk uji lab yang dikirim Dishutbun Barut sebenarnya sudah diserahkan kembali Muarateweh. Tapi, sebutnya, penyerahan hanya sample tak disertakan hasil uji labnya.

Dari keterangan dalam surat pengantar sample itu, diketahui pula bila pengujian contoh barang bukti tersebut serah dikembalikan kepada Dishutbun Barut pelaksananya. "Saya belum begitu tau alasannya. Yang pasti sample tanpa hasil uji sudah dikembalikan Dishut Kalteng ke Dishutbun Barut agar dilaksanakan pengujian di Muara Teweh," ungkap Kasatreskrim.

Sayangnya masalah ini belum bisa dikonfirmasikan kepada pejabat berwenang Dishutbun Barut. Sehingga tak diketahui persis penyebab pengujian pembenaran kayu itu jenis Tengkawang dikembalikan kepada Dishutbun Barut pelaksananya. Termasuk belum jelas alasan hingga sample harus di uji di BP2HP Dishut Kalteng di Palangkaraya padahal di Barut juga bisa dilakukan pengujian.

Terputusnya informasi seputar proses hukum kasus penebangan kayu dilindungi kali ini lantaran pihak atau pejabat berwenang di dinas teknis enggan memberikan keterangan resmi. Kasi Peredaran Hasil Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Tunggul Aliwijoyo, menyarankan wawancara ke atasannya, ketika disinggung soal pengembalian sample barang bukti itu.

Sedangkan Kepala Dishutbun Barut H Iwan Fikri, tak tampak batang hidungnya meski sudah ditunggu berjam-jam dikantornya di Jalan Yetro Sinseng, Muara Teweh. Seorang staf mengaku bila atasannya itu Sabtu pagi sempat kekantor, selanjutnya keluar dengan tak menjelaskan keperluannya. Sempat di ajukan pertanyaan lewat pesan singkat ponsel, namun tak dijawabnya. Beberapa kali dikontak langsung ke nomor ponselnya juga tak dijawab olehnya.

Diduga kuat penolakan pengujian oleh BP2HP Dishut Provinsi Kalteng lantaran terjadi penukaran sample barang bukti dari sebelumnya jenis Tengkawang (Hasil pengambilan sample di TKP) ke jenis kayu lainnya yang diijinkan untuk ditebang. Kemungkinan ada upaya pengaburan kasus dengan menukar sample barang bukti sebelumnya sempat diwarning oleh kalangan LSM di Barut.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, LSM Laskar Borneo mengkritik cara kerja petugas kehutanan dalam menanganai kasus penebangan kayu dilindungi yang diduga dilakukan CV Jaya Pratama (JP). Mereka mengaku heran, petugas yang dipercayakan pihak aparat kepolisian mengecek hasil tebangan kontraktor tebang perusahaan HPH PT Autral Byna itu tak mengetahui kayu adalah Tengkawang.

"Sebagai seorang petugas teknis, sangat aneh mereka tak mengetahui jenis kayu Tengkawang. Petugas kehutanan tidak perlu menunggu hasil uji laboratorium Balai Pemantauan Produksi Hasil Hutan (BP2HP), sebab jenis tengkawang sangat mudah dikenali, dan mereka spesialisnya jenis pohon hutan," kata Surya Panden, Direktur Eksekutif LSM Laskar Borneo.

Menurut Surya Panden, kayu Tengkawang sangat berbeda dengan kayu lainnya. Cara lain mengenali pohon Tengkawang bisa juga dilihat dari daun, ranting atau kulit kayu. "Sangat mudah bagi orang kehutanan membedakan jenis Tengkawang dengan pohon lainnya. Apalagi dilokasi tunggul bekas tebangan masih ada," timpalnya.

Surya Panden menuding akan ada upaya penukaran barang bukti bila harus dikirim terlebih dahulu ke laboratorium BP2HP. Dia mengaku sangat meragukan barang bukti yang di kirim itu benar kayu yang diambil dari lokasi tebangan peruhsaan sebagaimana laporan masyarakat.

"Laporan Febrianto, seorang pekerja chainsaw CV JP, menurut saya benar adanya. Jika tidak di awasi, hasil laboratorium akan lain, karena bisa saja tim di suap perusahaan," tudingnya, sebagaimana disampaikannya kepada wartawan via ponsel, Minggu siang.

Alasan lain dia hingga menganggap laporan Febrianto benar adalah, adanya kejadian penghalangan oleh mandor atau petinggi perusahaan sebelum Febrianto, sang pelapor, membuat laporan polisi. "Kalau perusahaan benar untuk apa menghalangi orang. Ini bukti kuat bila kayu yang di tebang perusahaan itu adalah jenis Tengkawang," ucapnya.

Diakhir pernyataannya, Surya berharap dalam penanganan kasus itu tim melibatkan pihak lembaga independen lainnya. Agar kerja tim yang di tugaskan ke lapangan bisa lebih maksimal hasilnya. "Bila perlu pihak penguji dari BP2HP yang dilibatkan turun langsung ke lapangan untuk mengambil sampel langsung hasil tebangan itu," imbuhnya.

Kasus ini sendiri bermula dari laporan Pebrianto, yang menyebutkan CV.JP, kontraktor tebang dan angkut perusahaan PT Austral Byna (AB) telah melakukan penebangan secara masal kayu dilindungi jenis Tengkawang. Pelapor kasus itu bukan orang lain tapi seorang operator chainsaw, CV.JP.

Febrianto membuat laporan polisi terhadap kasus itu, Rabu (22/9) lalu. Masih berdasarkan laporan Febrianto, lokasi pembakalan liar itu tepatnya berada di blog tebangan PT AB di Desa Karendan, perkampungan terpencil di dalam sungai Lahei.

Kamis (23/9/2010), pihak Polres Barut dibantu petugas teknis mengalukan pengecekan dilapangan. Dan petugas menemukan beberapa barang bukti dilokasi, sebagaimana laporan Febrianto, sebelumnya.

Barang temuan petugas langsung diberi garis polisi (polisline). Untuk mencapai kelokasi dimaksud, petugas dinas teknis (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Barut) dan aparat kepolisian setempat dipandu langsung oleh pelapor kasus, Febrianto.

Menurut Kasat Reskrim Polres Barut, AKP Pratomo Widodo, kayu yang diduga Tengkawang sudah diamankan dengan garis polisi(polisline). Namun yang ditemukan petugas cuma 13 batang kayu log diduga jenis Tengkawang dan empat bekas tegakan (bekas tebangan).

Dijelaskannya, bila sementara ini TKP (blog areal kegiatan perusahaa) telah dinyatakan sebagai status quo. Pihak kepolisian juga menandai beberapa lokasi (selain di tempat penumpukan 13 batang barang bukti) dengan garis polisi (polisline).

"Untuk tindak lanjut dari pengusutan kasus ini, kita masih menunggu hasil uji laboratorium dinas teknis terhadap kebenaran jenis kayu itu apakah benar jenis Tengkawang atau jenis lainnya," kata Pratomo saat itu.

Kayu Tengkawang sendiri adalah jenis Sorea atau suku Dipterocarpaceae adalah termasuk pohon langka yang dilindungi yang diatur dalam UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Hayati. Sangsi bisa berupa ganti rugi dengan uang tunai ratusan juta rupiah atau sangsi pidana hukuman penjara minimal Lima (5) tahun.

Terhadap pelanggaran kasus menebang kayu dilindungi, diatur dalam pasal 1 (satu), dimana disebutkan barang siapa mengambil, menebang, memiliki dan merusak serta mengangkut dan meniagakan tumbuhan yang dilindungi, akan diancam penjara lima tahun dan denda uang ratusan juta rupiah.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply