Jakarta - Lama tak terdengar gaungnya, desakan agar aparat kejaksaan secepatnya penyelesaian penanganan kasus korupsi yang diduga dilakukan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan Gubernur Kalsel Rudy Arifin kembali mengemuka. Pihak Kejagung bahkan dinilai setengah hati menangani kasus itu sehingga penanganan terkesan berlarut-larut.
Selain itu, pihak Kejagung juga dituding memberlakukan perlakuan khusus kepada Awang, Gubernur Kaltim. Sehingga banyak pihak mengaku pesimis, kasus yang tengah ditangani pihakan Kejagung, baik terkait kelanjutan pengusutan kasus korupsi yang diduga dilakukan Gubernur Kaltim maupun Gubernur Kalsel, secepatnya dituntaskan penanganannya.
Namun kesan berlarut-larut termasuk adanya perlakuan khusus terhadap tersangka korupsi itu dengan tegas dibantah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Muhammad Amari. Khusus terkait kasus Gubernur Kaltim, Amri beralasan, penanganan sedikit terhambat karena pihaknya baru menerima hasil penghitungan audit kerugian negara dari petugas BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
"Kita terima baru sekitar 10 hari lalu penghitungan BPK dalam kasus Gubernur Kaltim. Setelah ini, kita teruskan penanganan terkait izin pemeriksaan. Permohonan sudah disampaikan tinggal menunggu diterbitkannya izin pemeriksaan," kata Jampidsus Amri, seperti dilaporkan Poskota, kemaren, Sabtu (29/1/2011).
“Jadi sangat tidak benar kasus itu (korupsi Gubernur Kaltim,red) dikatakan berlarut-larut penangananya," tegas Amri, sembari menyebutkan hambatan penanganan kasus dugaan korupsi dilakukan Gubernur Kalsel Rudy Arifin sama masalahnya dengan kasus Gubernur Kaltim, yakni belum diterbitkannya izin pemeriksaan dari Presiden RI.
Seperti diketahui, belum lama ini Jaksa Agung RI Basrief Arief berjanji akan segera memeriksa Gubernur Kaltim Timur Awang Farouk dan Gubernur Kalsel Rudi Arifin terkait status tersangka keduanya dalam kasus dugaan korupsi yang mereka lakukan didaerah masing-masing.
"Dalam waktu dekat akan bisa kita periksa sebagai tersangka. Segera," janji Kejagung Basrief di Gedung KPK, Jakarta, saat itu, Rabu (5/1). Dalam kesempatan itu Basrief juga menegaskan bila penyidik Kejaksaan Agung masih terus memproses kasus yang melibatkan kedua kepala daerah itu, dan tidak akan memperlambat apalagi sampai menghentikan penanganan kasus itu.
Perkembangan terakhir saat itu menurut Basreif, penyidik Kejaksaan Agung baru saja mendapatkan hasil pemeriksaan dari BPKP terkait jumlah kerugian negara yang disebabkan oleh masing-masing kasus yang menimpa kedua kepala daerah itu.
Sekadar mengingatkan, Kejaksaan Agung menetapkan Gubernur Kalsel Rudy Arifin menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pemberian uang santunan pembebasan tanah eks Pabrik Kertas Martapura.
Seharusnya tindakan pembebasan tanah milik PT Golden Martapura tidak dilakukan karena tersangka telah mengetahui HGB-nya sudah berakhir masa berlakunya. Akibat kebijakan Gubernur Kalsel Rudy Arifin itu kejagung menyebutkan potensi kerugian negara mencapai Rp 6,4 miliar.
Saat kasus itu terjadi, Rudy Arifin masih dalam kapasitasnya sebagai Bupati Kabupaten Banjar. Dia mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Banjar Nomor 24 Tahun 2001 tanggal 7 Februari 2001 tentang Pembentukan Tim Pengembalian dan Pemanfaatan eks Pabrik Kertas Martapura.
Sementara Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak ditetapkan menjadi tersangka atas kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hasil penjualan saham PT Kaltim Prima Coal, milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur oleh PT Kutai Timur Energy.
Uang hasil penjualan saham itu tidak dimasukkan ke kas Pemkab Kutai Timur, sehingga negara cq Pemkab Kutai Timur rugi Rp 576 miliar. Saat itu, Awang dalam kapasaitasnya sebagai Bupati Kutai Timur.
Selain itu, pihak Kejagung juga dituding memberlakukan perlakuan khusus kepada Awang, Gubernur Kaltim. Sehingga banyak pihak mengaku pesimis, kasus yang tengah ditangani pihakan Kejagung, baik terkait kelanjutan pengusutan kasus korupsi yang diduga dilakukan Gubernur Kaltim maupun Gubernur Kalsel, secepatnya dituntaskan penanganannya.
Namun kesan berlarut-larut termasuk adanya perlakuan khusus terhadap tersangka korupsi itu dengan tegas dibantah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Muhammad Amari. Khusus terkait kasus Gubernur Kaltim, Amri beralasan, penanganan sedikit terhambat karena pihaknya baru menerima hasil penghitungan audit kerugian negara dari petugas BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
"Kita terima baru sekitar 10 hari lalu penghitungan BPK dalam kasus Gubernur Kaltim. Setelah ini, kita teruskan penanganan terkait izin pemeriksaan. Permohonan sudah disampaikan tinggal menunggu diterbitkannya izin pemeriksaan," kata Jampidsus Amri, seperti dilaporkan Poskota, kemaren, Sabtu (29/1/2011).
“Jadi sangat tidak benar kasus itu (korupsi Gubernur Kaltim,red) dikatakan berlarut-larut penangananya," tegas Amri, sembari menyebutkan hambatan penanganan kasus dugaan korupsi dilakukan Gubernur Kalsel Rudy Arifin sama masalahnya dengan kasus Gubernur Kaltim, yakni belum diterbitkannya izin pemeriksaan dari Presiden RI.
Seperti diketahui, belum lama ini Jaksa Agung RI Basrief Arief berjanji akan segera memeriksa Gubernur Kaltim Timur Awang Farouk dan Gubernur Kalsel Rudi Arifin terkait status tersangka keduanya dalam kasus dugaan korupsi yang mereka lakukan didaerah masing-masing.
"Dalam waktu dekat akan bisa kita periksa sebagai tersangka. Segera," janji Kejagung Basrief di Gedung KPK, Jakarta, saat itu, Rabu (5/1). Dalam kesempatan itu Basrief juga menegaskan bila penyidik Kejaksaan Agung masih terus memproses kasus yang melibatkan kedua kepala daerah itu, dan tidak akan memperlambat apalagi sampai menghentikan penanganan kasus itu.
Perkembangan terakhir saat itu menurut Basreif, penyidik Kejaksaan Agung baru saja mendapatkan hasil pemeriksaan dari BPKP terkait jumlah kerugian negara yang disebabkan oleh masing-masing kasus yang menimpa kedua kepala daerah itu.
Sekadar mengingatkan, Kejaksaan Agung menetapkan Gubernur Kalsel Rudy Arifin menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pemberian uang santunan pembebasan tanah eks Pabrik Kertas Martapura.
Seharusnya tindakan pembebasan tanah milik PT Golden Martapura tidak dilakukan karena tersangka telah mengetahui HGB-nya sudah berakhir masa berlakunya. Akibat kebijakan Gubernur Kalsel Rudy Arifin itu kejagung menyebutkan potensi kerugian negara mencapai Rp 6,4 miliar.
Saat kasus itu terjadi, Rudy Arifin masih dalam kapasitasnya sebagai Bupati Kabupaten Banjar. Dia mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Banjar Nomor 24 Tahun 2001 tanggal 7 Februari 2001 tentang Pembentukan Tim Pengembalian dan Pemanfaatan eks Pabrik Kertas Martapura.
Sementara Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak ditetapkan menjadi tersangka atas kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hasil penjualan saham PT Kaltim Prima Coal, milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur oleh PT Kutai Timur Energy.
Uang hasil penjualan saham itu tidak dimasukkan ke kas Pemkab Kutai Timur, sehingga negara cq Pemkab Kutai Timur rugi Rp 576 miliar. Saat itu, Awang dalam kapasaitasnya sebagai Bupati Kutai Timur.
Tidak ada komentar: